YOGYAKARTA, AYOBOGOR.COM -- Pengamat sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna menilai kasus dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan perspektif sosial dan bagian dari modifikasi kapitalisasi kemiskinan.
Sepak terjang ACT sebagai lembaga filantropi yang "berjualan" kemiskinan dan berjuang bersama dengan membantu kaum miskin ternyata digunakan untuk menguntungkan diri sendiri.
Baca Juga: Meski Izin Galang Dana Dicabut, ACT Garut Tetap Nekat Beroperasi
Lembaga filantropi ini betul-betul merupakan modifikasi organisasi yang menjual kemiskinan dan masalah sosial di masyarakat.
"Organisasi filantropi ini banyak sekali organisasi demikian. Saya pikir tidak hanya ACT saja namun banyak pula lembaga lain maka butuh peran masyarakat memilih lembaga filantropi yang benar untuk menyalurkan bantuan," jelas Dosen Fisipol UGM ini.
Hempri menuturkan persoalan kemiskinan dan masalah sosial tidak bisa cepat diselesaikan karena justru orang atau sekelompok yang seolah ingin membantu justru malah memodifikasi masalah supaya menjadi komoditi untuk mendapatkan keuntungan
Baca Juga: Benarkah ACT telah Pangkas Besaran Gaji Petinggi Hingga 70 Persen?
"Masyarakat Indonesia mudah berderma artinya sikap berderma atau berzakat warga Indonesia tertinggi sedunia," tegasnya.
Keyakinan masyarakat Indonesia makin yakin jika lembaga filantropi ini dalam bungkus agama.
Artikel Terkait
Pengelolaan LHKPN Terbaik dan Finalis UPG Terbaik, KPK Apresiasi Komitmen bank bjb dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
MAKI Temukan Lagi Aset di Solo Terkait Mega Korupsi Asabri
Pedangdut Cita Citata Terseret Fee Dana Korupsi Bansos Covid-19
Komitmen Berantas Korupsi, bank bjb Peringati Hakordia 2021
Orkestrasi Pemberantasan Korupsi